Mengapa Seseorang Bisa Tersinggung Padahal Kata yang Diucapkan Terasa Biasa Saja?

Assalamualaikum,

Hai,

Celotehnisa.com | Mengapa Seseorang Bisa Tersinggung Padahal Kata yang Diucapkan Terasa Biasa Saja?  - Pernahkah Anda mengalami situasi ketika seseorang tersinggung karena ucapan yang menurut Anda terdengar biasa saja? Atau sebaliknya, Anda merasa jengkel atau sakit hati terhadap sebuah pernyataan yang secara harfiah sebenarnya tidak kasar?

Fenomena ini merupakan bagian dari kajian pragmatik, cabang ilmu linguistik yang mempelajari makna ujaran berdasarkan konteks penggunaannya. Dalam pragmatik, makna tidak hanya dilihat dari kata atau kalimat secara harfiah, tetapi juga dari siapa yang mengucapkannya, kepada siapa, dalam situasi seperti apa, dan dengan nada bagaimana.


Mengapa Seseorang Bisa Tersinggung Padahal Kata yang Diucapkan Terasa Biasa Saja?

Secara sederhana, pragmatik adalah ilmu yang membahas bagaimana makna dibentuk dan dipahami dalam konteks tertentu. Dengan kata lain, satu kalimat yang sama dapat memiliki makna yang berbeda tergantung pada situasi, hubungan antarpenutur, bahkan intonasi suara.

Contoh sederhana:

“Wah, rajin juga kamu hari ini.”

Kalimat ini bisa bermakna pujian, jika diucapkan secara tulus. Namun, dalam konteks tertentu misalnya, jika kalimat tersebut diucapkan saat seseorang baru datang terlambat ke tempat kerja, maka kalimat tersebut justru terdengar sebagai sindiran.

Implikatur

Salah satu konsep penting dalam pragmatik adalah implikatur, yakni makna tambahan yang tidak secara eksplisit diucapkan, tetapi dapat dipahami oleh lawan bicara.

Contoh:

Maya: “Kamu nggak ikut lomba pidato, Put?”
Putri: “Ah, biar yang jago-jago aja dulu yang tampil,”

Dalam dialog tersebut, jawaban Putri “Ah, biar yang jago-jago aja dulu yang tampil” merupakan contoh tuturan yang tidak secara langsung menjawab pertanyaan Maya. Secara harfiah, Putri tampak memberi alasan bahwa ia ingin memberi kesempatan kepada yang lebih mampu. Namun, secara pragmatik, jawaban ini mengandung implikatur bahwa Putri sebenarnya enggan atau tidak ingin ikut, entah karena merasa kurang percaya diri, tidak siap, atau ada alasan pribadi lain.

Mengapa Orang Bisa Tersinggung?

Seseorang bisa merasa tersinggung bukan hanya karena isi ujaran, tetapi juga karena faktor-faktor berikut.

  • Nada atau intonasi yang terdengar merendahkan.

  • Hubungan personal yang sedang tidak harmonis.

  • Konteks sosial atau budaya yang sensitif.

  • Ketidaksesuaian antara maksud dan penafsiran.

Contohnya:

“Kamu nggak capek, ya?”

Kalimat ini bisa berarti kepedulian, tetapi dalam konteks tertentu bisa dimaknai sebagai kritik atau sindiran terhadap seseorang yang terlihat terlalu sibuk atau ambisius.

Dalam budaya Indonesia, terdapat kecenderungan kuat untuk berbicara secara tidak langsung sebagai bentuk kesopanan. Kalimat seperti “Terserah kamu saja” bisa memiliki makna yang berbeda-beda, mulai dari persetujuan pasif hingga penolakan yang enggan diungkapkan secara eksplisit.

Ketika lawan bicara tidak memahami kode budaya semacam ini, maka potensi terjadinya salah paham akan semakin besar.

Komunikasi yang baik tidak hanya bergantung pada pilihan kata, tetapi juga pada pemahaman terhadap konteks, hubungan sosial, serta budaya yang melingkupinya. Oleh karena itu, sebelum menyimpulkan bahwa seseorang “terlalu baper” atau “tidak bisa diajak bercanda,” ada baiknya kita merefleksikan kembali apakah ujaran kita sudah tepat dalam konteksnya.

Karena dalam komunikasi, sering kali yang membuat luka bukan kata-katanya, melainkan cara dan waktunya. 

Semoga bermanfaat ðŸ˜Š

Baca Juga
Posting Komentar