Sekedar Opini: Gerakan Ayah Mengantar Anak di Hari Pertama Sekolah; Niat Baik yang Belum Ramah Semua Anak
Assalamualaikum,
Hai,
Celotehnisa.com | Sekedar Opini: Gerakan Ayah Mengantar Anak di Hari Pertama Sekolah; Niat Baik yang Belum Ramah Semua Anak - Setiap tahun ajaran baru, kita disambut dengan berbagai gerakan inspiratif. Salah satu yang digaungkan adalah Gerakan Ayah Mengantar Anak ke Sekolah di Hari Pertama. Di permukaan, gerakan ini tampak hangat dan menyentuh. Gerakan ini ingin mengajak para ayah agar lebih dekat dan terlibat dalam kehidupan anak-anaknya. Di media sosial, kita bisa melihat banyak foto ayah mengantar anaknya dengan penuh senyum dan kebanggaan.
Sekedar Opini: Gerakan Ayah Mengantar Anak di Hari Pertama Sekolah; Niat Baik yang Belum Ramah Semua Anak
Namun, sebagai seorang guru, saya justru melihat sisi lain yang sering tidak tampak di foto.
Ada anak-anak yang hanya bisa menatap teman-temannya diantar dengan bangga oleh sang ayah, sementara mereka datang sendiri atau bersama ibu, nenek, atau bahkan tetangga.
Gerakan ini seolah-olah memberi pesan bahwa “yang ideal adalah ayah yang mengantar.” Tapi bagaimana dengan anak-anak yang ayahnya sudah tiada? Atau yang hidup dalam keluarga yang tidak utuh? Atau yang punya ayah, tetapi tak pernah benar-benar hadir dalam hidup mereka?
Dengan memusatkan perhatian hanya pada satu peran (ayah), gerakan ini bisa menjadi eksklusif. Anak yang tidak memiliki figur ayah dapat merasa kurang, berbeda, bahkan malu. Bukankah hari pertama sekolah seharusnya menjadi hari yang menyenangkan bagi semua?
Saya percaya, niat awal gerakan ini adalah hal yang baik. Tapi kita juga harus jujur, tidak semua anak punya kesempatan yang sama untuk merasakan hal itu.
Saya tidak menolak sepenuhnya. Saya mengakui pentingnya keterlibatan ayah dalam pendidikan anak. Namun, saya juga percaya bahwa pendekatan yang lebih inklusif dan sensitif terhadap kondisi sosial akan jauh lebih bermakna.
Mengapa tidak mengubah narasinya menjadi “Gerakan Hari Pertama Sekolah Bersama Orang Tersayang”?
Lebih sederhana, lebih inklusif, dan tidak menyakiti siapa pun.
Karena yang paling penting bukan siapa yang mengantar, tapi apakah anak merasa disayangi, ditemani, dan tidak sendiri di hari pertama sekolahnya.
Saya menulis ini bukan untuk menentang niat baik pemerintah. Namun sebagai pengingat, bahwa dalam dunia pendidikan, kita tidak boleh hanya melihat dari kacamata yang “sempurna”. Kita harus melihat kenyataan, bahwa ada anak-anak yang hatinya rapuh, yang diam-diam juga ingin diantar, tetapi tidak tahu harus berharap kepada siapa.
Maka, mari kita ciptakan hari pertama sekolah yang hangat untuk semua anak. Tidak peduli siapa yang mengantar, asalkan anak merasa aman, dihargai, dan tidak sendirian.
Semoga bermanfaat😊